-->

15 Februari 2015

Peran Rasulullah Saw. Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang

Peran Rasulullah Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang - Mengkaji artikel dari majalah Oase terdapat sebuah literasi yang bisa menjadi renungan kita semua sebagai umat Islam dalam meneladani Rasulullah Saw.

Peran Rasulullah Saw. Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang

Peran Rasulullah Saw. Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang
Artikel dengan judul asli, "Mendahulukan Kepentingan Rakyat" ini diawali dengan informasi bahwa di akhir misi sucinya, Rasulullah Saw., dapat menyaksikan pencapaian yang telah beliau raih bersama dengan para sahabat-sahabat mulia. Islam telah menyebar dan diterima manusia di banyak tempat. Kepada para penguasa di jazirah Arab, Rasulullah Saw., telah mengirimkan surat berupa ajakan untuk memeluk Islam sebagai agama terakhir untuk mereka yakini. 

Sebagian mereka (penguasa di jazirah Arab) ada yang menerima ajakan tersebut, ada yang menghormatinya, dan ada pula yang membunuh utusan yang diperintahkan Rasulullah Saw. Akan tetapi sejarah mengatakan, tidak ada nabi atau rasul yang menyaksikan dakwah dan risalah yang diembannya berkembang dan berjaya kecuali Rasulullah; Muhammad Saw. 
Ghanimah (rampasan perang) melimpah rumah di baitul maal kaum muslimin. Belum lagi dari jizyah; pajak perlindungan yang dibayarkan oleh non muslim kepada penguasa muslim. Kaum muslim dan non-muslim benar-benar merasakan kedamaian di bawah kepemimpinan Rasulullah Saw. Kendati harta benda dan kekuasaan berada di tangan Rasulullah Saw., tetapi beliau tetap mendahulukan kepentingan umat.
Seiring dengan kejayaan Islam, tentu saja harta benda, hasil ghanimah (rampasan perang) melimpah rumah di baitul maal kaum muslimin. Belum lagi dari jizyah; pajak perlindungan yang dibayarkan oleh non muslim kepada penguasa muslim. Kaum muslim dan non-muslim benar-benar merasakan kedamaian di bawah kepemimpinan Rasulullah Saw. Kendati harta benda dan kekuasaan berada di tangan Rasulullah Saw., tetapi beliau tetap mendahulukan kepentingan umat. Bahkan untuk orang yang paling dicintainya, Rasulullah Saw., takpernah sedikitpun menyisihkan secara khusus.

Pernah suatu hari Fatimah radhiyallahu anha, putri Rasulullah Saw., datang ke rumah beliau. Dengan tujuan untuk 'curhat', Fatimah seringkali mendatangi ayahnya tercinta - Rasulullah Saw. senantiasa menyambutnya dengan senang dan penuh sukacita. Takjarang Rasulullah menyeka keringat yang ada di kening atau pipi anaknya. Keadaan ini menunjukkan kecintaan Rasulullah Saw. yang tiada terhingga kepada anaknya terlebih lagi Fatimah tinggal anak semata wayang - karena anak-anaknya yang lain telah wafat.

"Ayah banyak sekali mulut yang harus aku suapi; ada suami, ketiga anak-anak kami, empat kemenakan, belum termasuk  tamu-tamu yang datang tiada henti silih berganti ke rumah kami. Aku harus melayani mereka; memasak makanan dan menyediakannya. Aku lelah, ayahanda ...." ucap Fatimah dengan nada sendu mencurahkan keluh kesah kepada ayahnya.

Fatimah kemudian melanjutkan curhatannya, "Aku mendengar kabar, banyak sekali kita-umat islam- mendapatkan tawanan wanita, dan mereka sudah berada di Madinah. Jikalah berkenan, Ayah memberikan kepadaku seorang wanita untuk membantuku menyelesaikan pekerjaan rumahku untuk mengurangi bebanku. Hal ini akan sangat membantuku, ayah ... "

Peran Rasulullah Saw. Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang

Mendengarkan curhatan sang buah hati tercinta, Rasulullah Saw. dengan penuh kasih sayang, beliau menjawab, "Fatimah, anakku sayang ... Ayah mengerti sekali apa yang sedang kau rasakan. Akan tetapi semua harta ghanimah dan tawanan perang yang engkau saksikan tersebut sama sekali bukan milik ayah tapi miik seluruh kaum muslimin. Ayah hanya bendahara saja, tugasku hanya mengumpulkan saja lalu aku bagikan kepada mereka-mereka yang berhak. Dan engkau, wahai anakku ... Bukanlah orang yang memiliki hak itu, maaf sekali ayah takbisa memberimu harta milik negara ini sedikitpun."

Mendengar penjelasan sang Ayah, perempuan yang menjadi pemimpin perempuan di surga - Fatimah ra., sama sekali tidak memiliki perasaan kesal akan tetapi menerima apa yang diucapkan oleh sang ayah, Baginda Rasulullah Saw.

Betapa agungnya akhlak Rasulullah Saw., meskipun terhadap putrinya yang sangat dicintai yang tengah dirundung kesulitan dalam menjalani kehidupan rumah tangganya itu Rasulullah Saw. takmemenuhi permintaan anaknya dengan harta yang sebenarnya bisa dengan mudah beliau berikan. Dengan mengemban amanat harta milik negara tersebut, beliau lebih mementingkan rakyat daripada keluarganya.

Apa yang menjadi milik rakyat, harus dikembalikan kepada rakyat padahal Rasulullah Saw. memegang tampu kekuasaan tertinggi di negara kota Madinah. Begitu pula dengan Fatimah ra. walaupun sebagai putri seorang Rasul yang tengah menguasai negara, istri dari sayidina Ali ra. ini benar-benar tahu diri dengan tidak memaksa ayahnya untuk memberikan harta yang diramut ayahnya sedikitpun atas nama 'kasih sayang' atau 'keturunan'. Mengetahui betapa besarnya tanggung jawab sang ayah, Fatimah Azzahra betul-betul faham sehingga penolakan sang ayah takmenjadikan sakit hati bagi dirinya.

Pembaca, dengan kisah Peran Rasulullah Saw. Sebagai Bendahara Harta Rampasan Perang semoga bisa menjadi cerminan bagi kita semua. Seorang pemimpin sepatutnya mendahulukan kepentingan umat di atas kepentingan pribadi atau golongan. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan dirinya atau keluarganya. Kekayaan negara disebar dengan adil dan merata tanpa harus menyisihkan sedikitpun untuk diri atau keluarganya yang tiada hak atas harta tersebut.  
Next article Next Post
Previous article Previous Post

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *