Mukjizat memiliki arti sesuatu yang luar biasa, yang tiada mungkin dan tidak akan kuasa manusia menciptakannya. Mukjizat adalah sesuatu yang di luar kesanggupan manusia. Seluruh nabi-nabi Allah dikaruniai mukjizat. Mukjizat terbesar yang dikaruniakan Allah swt kepada Nabiyullah Muhammad saw, di samping mukjizatmukjizat yang lain, adalah mukjizat yang akan abadi hingga hari akhir, yakni Al Qur’an. Mukjizat Al Qur’an terletak pada janji Allah swt yang menjamin dengan diri-Nya sendiri akan pemeliharaan dan penjagaannya.
Mendengar jawaban ini, kaumnya menuduh Abul Walid telah berkhianat dan cenderung kepada Islam. Reaksi sebagian besar para ahli sastra dan syair Arab terhadap tantangan Al Qur’an adalah bungkam, terdiam sejuta bahasa, tiada yang bernyali untuk tampil ke muka, karena ketidaksanggupan mereka dan ketakutan akan cemoohan dan hinaan. Namun sebagian yang lain memberanikan diri menirukan Al Qur’an dan mengangkat dirinya sendiri sebagai nabi baru. Orang-orang tersebut di antaranya adalah Musailamah Al-Kadzab, Thulaihah, dan Habalah bin Kaab.
Namun, mereka semua hanya mempersembahkan kegagalan, cemooh, dan hinaan kaumnya sendiri. Salah satu ’karya’ Musailamah yang mencoba menandingi Al Qur’an adalah: ”Yaa dhifda’u dhifda ’aini, naqyii maa tunaqiina, a’laaki fil maa’i, wa asfalaki fiith thiini.”
”Wahai katak anak dari dua katak, bersihkanlah apa-apa yang engkau bersihkan, bahagian atas engkau di air dan bahagian bawah engkau di tanah.”
Seorang sastrawan Arab termasyur, al-Jahiz, memberikan penilaian atas gubahan Musailamah tersebut dalam bukunya ”al-Hayawan”. Katanya, saya tidak mengerti apa yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut katak dan sebagainya itu. Alangkah kotornya gubahan yang dikatanya sebagai ayat Al Qur’an dan dikatakannya turun sebagai wahyu.
Syekh Muhamad Abdul dalam kitabnya ”Rasaalatut Tauhid”, menjelaskan bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa Arab pada masa turunnya Al Qur’an. Al Qur’an diturunkan pada suatu masa –yang telah sepakat ahli-ahli riwayat berkata– yang amat gemilang. Itu ditinjau dari kemajuan bahasanya. Pada masa itu, banyak sekali terdapat ahli-ahli sastera dan ahli-ahli pidato.
Kemudian ia berkata tentang tantangan Al Qur’an terhadap ahli-ahli sastra tersebut. Sungguh benar, bahwa AlQur’an adalah mukjizat, telah berlalu masa yang panjang, telah silih berganti datangnya angkatan demi angkatan sastrawan. Al Qur’an tetap berlaku, tak seorang pun yang dapat menandinginya dan menjawab tantangannya. Semua kembali dengan tangan hampa, karena memang lemah dan tiada daya.
Ia juga berkata: Bukankah lahirnya Al Qur’an dibawa oleh seorang yang buta huruf? Mukjizat dan ketetapan yang sulit untuk ditentang kebenarannya, membuktikan bahwa AlQur’an sama sekali bukan buatan manusia.
Selain dari segi kebahasaannya, mukjizat dan keajaiban Al Qur’an pun terbukti kebenarannya secara ilmiah. Para ilmuwan yang mendapatkan hidayah dan pertolongan dari Allah, mau tak mau mengakui bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan manusia. Kisah-kisah pembuktikan itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Al Qur’an memuat berita-berita dan janji masa depan. Kejadian masa depan adalah sesuatu yang di luar kekuasaan manusia untuk mengetahuinya. Meskipun banyak terdapat orang-orang yang mengaku dapat mengetahui masa depan, belum tentu dapat terbukti kebenarannya. Namun, Al Qur’an menjamin berita-berita tersebut benar-benar akan terjadi, dan memang benar terjadi adanya.
Kaum musyrikin Mekah, sebelum hijrah, menantang kaum muslimin dan mengatakan: ”Bangsa Rum yang memiliki kitab Injil telah dikalahkan oleh orang Persia (kaum Majusi), maka kami pasti akan mengalahkan kamu, karena kamu adalah ahli kitab pula.”
Maka, Allah menjawab melalui surat ar-ruum ayat 2-3: ”Telah dikalahkan kerajaan Rum (Romawi) di negeri yang terdekat dan mereka sesudah kalah itu akan menang lagi dalam beberapa tahun”. Pada saat turunnya ayat ini, kondisi Rum sangat lemah dan mustahil bangkit kembali. Tetapi apa yang diberitakan Al Qur’an telah menjadi kenyataan dalam beberapa tahun kemudian.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an dan sesungguhnya Kami tetap memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)
Selain penjagaannya yang dijamin oleh Allah swt, nilai mukjizat itu juga terletak pada fashahah dan balaghahnya, keindahan susunan dan gaya bahasanya, serta isinya yang tiada tara bandingannya. Mustahil manusia dapat membuat susunan yang serupa dengan Al Qur’an. Allah sendiri telah menantang melalui kitab-Nya terhadap orang-orang atau jin yang berupaya menandingi firman-Nya dengan mengatakan: Kendati pun berkumpul jin dan manusia untuk membuat yang serupa dengan Al Qur’an, mereka tidak akan dapat membuatnya.
Kemukjizatan Alquran
Tawaran yang diberikan pun tidak main-main. Rasulullah akan diberi pangkat, harta, dan apa pun yang dikehendaki. Ketika menghadap Rasulullah, Abul Walid mendengar Rasulullah saw membacakan surat Fushilat dari awal sampai akhir, yang diantaranya berbunyi:
Abul Walid kembali kepada kaumnya tanpa mampu berkata sepatah pun di hadapan Rasulullah saw. Kaumnya yang menunggu gelisah, semakin gundah melihat wajah Abul Walid yang tak seperti biasanya. ”Apa hasil yang engkau bawa, wahai Abul Walid? Mengapa engkau bermuram durja?”
Abul Walid menjawab, ”Aku belum pernah mendengar kata-kata seindah itu, seumur hidupku. Itu bukan syair, bukan sihir, dan bukan kata-kata ahli tenung. Sesungguhnya Al Qur’an itu bagaikan pohon yang daunnya rindang, akarnya terhujam ke dalam tanah, susunannya manis dan enak didengar. Itu bukan kata-kata manusia, ia adalah tinggi dan tiada yang mengatasi.”
Kemukjizatan Alquran
Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Qur’an ini, niscaya tidak mereka akan dapat membuatnya walaupun sebagian mereka membantu sebagian (yang lain).” (QS. Al-Israa’ [17]: 88)Beberapa kisah dalam Sirah Nabawiyah meriwayatkan keindahan susunan dan gaya bahasa Al Qur’an yang mampu menundukkan hati para sastrawan kafir Arab. Seperti dikisahkan dalam salah satu riwayat berikut ini. Ketika beberapa pemimpin Quraisy berkumpul merundingkan cara-cara menaklukkan Rasulullah saw., mereka bersepakat mengutus Abu Walid, seorang sastrawan Arab yang hampir taktertandingi di seluruh jazirah Arab, untuk meminta Rasulullah meninggalkan dakwahnya.
Tawaran yang diberikan pun tidak main-main. Rasulullah akan diberi pangkat, harta, dan apa pun yang dikehendaki. Ketika menghadap Rasulullah, Abul Walid mendengar Rasulullah saw membacakan surat Fushilat dari awal sampai akhir, yang diantaranya berbunyi:
Haa Miim, diturunkan dari Dzat yang Maha Rahman dan Rahiim, Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gembira dan yang membawa peringatan tetapi kebanyakan dari mereka berpaling (darinya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang engkau seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).” (Q.S. Fushilat [41]: 1-5)Mendengar ayat-ayat Allah tersebut, Abul Walid tak mampu berkata-kata. Akal dan hatinya tertarik dan terpesona pada keindahan dan gaya bahasa Al Qur’an. Ia termenung-menung. Akal dan hatinya membenarkan, tetapi hawa nafsunya menolak.
Abul Walid kembali kepada kaumnya tanpa mampu berkata sepatah pun di hadapan Rasulullah saw. Kaumnya yang menunggu gelisah, semakin gundah melihat wajah Abul Walid yang tak seperti biasanya. ”Apa hasil yang engkau bawa, wahai Abul Walid? Mengapa engkau bermuram durja?”
Abul Walid menjawab, ”Aku belum pernah mendengar kata-kata seindah itu, seumur hidupku. Itu bukan syair, bukan sihir, dan bukan kata-kata ahli tenung. Sesungguhnya Al Qur’an itu bagaikan pohon yang daunnya rindang, akarnya terhujam ke dalam tanah, susunannya manis dan enak didengar. Itu bukan kata-kata manusia, ia adalah tinggi dan tiada yang mengatasi.”
Mendengar jawaban ini, kaumnya menuduh Abul Walid telah berkhianat dan cenderung kepada Islam. Reaksi sebagian besar para ahli sastra dan syair Arab terhadap tantangan Al Qur’an adalah bungkam, terdiam sejuta bahasa, tiada yang bernyali untuk tampil ke muka, karena ketidaksanggupan mereka dan ketakutan akan cemoohan dan hinaan. Namun sebagian yang lain memberanikan diri menirukan Al Qur’an dan mengangkat dirinya sendiri sebagai nabi baru. Orang-orang tersebut di antaranya adalah Musailamah Al-Kadzab, Thulaihah, dan Habalah bin Kaab.
Namun, mereka semua hanya mempersembahkan kegagalan, cemooh, dan hinaan kaumnya sendiri. Salah satu ’karya’ Musailamah yang mencoba menandingi Al Qur’an adalah: ”Yaa dhifda’u dhifda ’aini, naqyii maa tunaqiina, a’laaki fil maa’i, wa asfalaki fiith thiini.”
”Wahai katak anak dari dua katak, bersihkanlah apa-apa yang engkau bersihkan, bahagian atas engkau di air dan bahagian bawah engkau di tanah.”
Seorang sastrawan Arab termasyur, al-Jahiz, memberikan penilaian atas gubahan Musailamah tersebut dalam bukunya ”al-Hayawan”. Katanya, saya tidak mengerti apa yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut katak dan sebagainya itu. Alangkah kotornya gubahan yang dikatanya sebagai ayat Al Qur’an dan dikatakannya turun sebagai wahyu.
Syekh Muhamad Abdul dalam kitabnya ”Rasaalatut Tauhid”, menjelaskan bagaimana ketinggian dan kemajuan bahasa Arab pada masa turunnya Al Qur’an. Al Qur’an diturunkan pada suatu masa –yang telah sepakat ahli-ahli riwayat berkata– yang amat gemilang. Itu ditinjau dari kemajuan bahasanya. Pada masa itu, banyak sekali terdapat ahli-ahli sastera dan ahli-ahli pidato.
Kemudian ia berkata tentang tantangan Al Qur’an terhadap ahli-ahli sastra tersebut. Sungguh benar, bahwa AlQur’an adalah mukjizat, telah berlalu masa yang panjang, telah silih berganti datangnya angkatan demi angkatan sastrawan. Al Qur’an tetap berlaku, tak seorang pun yang dapat menandinginya dan menjawab tantangannya. Semua kembali dengan tangan hampa, karena memang lemah dan tiada daya.
Ia juga berkata: Bukankah lahirnya Al Qur’an dibawa oleh seorang yang buta huruf? Mukjizat dan ketetapan yang sulit untuk ditentang kebenarannya, membuktikan bahwa AlQur’an sama sekali bukan buatan manusia.
Selain dari segi kebahasaannya, mukjizat dan keajaiban Al Qur’an pun terbukti kebenarannya secara ilmiah. Para ilmuwan yang mendapatkan hidayah dan pertolongan dari Allah, mau tak mau mengakui bahwa Al Qur’an tidak mungkin diciptakan manusia. Kisah-kisah pembuktikan itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Al Qur’an memuat berita-berita dan janji masa depan. Kejadian masa depan adalah sesuatu yang di luar kekuasaan manusia untuk mengetahuinya. Meskipun banyak terdapat orang-orang yang mengaku dapat mengetahui masa depan, belum tentu dapat terbukti kebenarannya. Namun, Al Qur’an menjamin berita-berita tersebut benar-benar akan terjadi, dan memang benar terjadi adanya.
Kaum musyrikin Mekah, sebelum hijrah, menantang kaum muslimin dan mengatakan: ”Bangsa Rum yang memiliki kitab Injil telah dikalahkan oleh orang Persia (kaum Majusi), maka kami pasti akan mengalahkan kamu, karena kamu adalah ahli kitab pula.”
Maka, Allah menjawab melalui surat ar-ruum ayat 2-3: ”Telah dikalahkan kerajaan Rum (Romawi) di negeri yang terdekat dan mereka sesudah kalah itu akan menang lagi dalam beberapa tahun”. Pada saat turunnya ayat ini, kondisi Rum sangat lemah dan mustahil bangkit kembali. Tetapi apa yang diberitakan Al Qur’an telah menjadi kenyataan dalam beberapa tahun kemudian.
2. Beberapa fakta ilmiah yang tidak mungkin dipelajari dan diketahui manusia di tanah Arab pada waktu itu, tetapi dapat dijelaskan dengan tepat dan diakui kebenarannya pada abad modern ini. Di antara pembuktian-pembuktian itu adalah:
a. Edwin Hubble, astronom AS menemukan fakta bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauh. Alam semesta, ketika segala sesuatunya bergerak saling menjauh, berarti alam semesta tersebut ’mengembang’. Hal itu sebagaimana tertulis di dalam Al Qur’an yang turun berabad-abad yang silam. ”Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan Kami dan sesungguhnya Kami benarbenar meluaskannya” (Q.S. adz-Dzaariyat [51]: 47). Penemuan itu ia dapatkan saat mengamati langit dengan teleskop pada tahun 1929.
b. Captain Jacques Yves Costeau, ahli Oceanografi dan ahli selam terkemuka Perancis, pembawa acara TV ’Discovery Channel’, menemukan pembuktian Surat ar-Rahman ayat 19-20 pada saat ia melakukan eksplorasi bawah laut. Ia menemukan beberapa kumpulan mata air tawar segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur dengan air laut asin di sekelilingnya, seolah-olah antara kedua jenis air tersebut ada dinding atau membran yang membatasi.
Costeau terus berusaha menemukan jawabannya, tetapi ia bahkan meragukan penemuannya sendiri. Ia mengira penemuannya hanyalah halusinasi. Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang profesor muslim, dan menceritakan fenomena ganjil tersebut. Sang profesor teringat ayat Al Qur’an tentang bertemunya dua lautan, yang saat itu sering diidentikan dengan terusan Suez, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”.
Costeau terus berusaha menemukan jawabannya, tetapi ia bahkan meragukan penemuannya sendiri. Ia mengira penemuannya hanyalah halusinasi. Suatu ketika, ia bertemu dengan seorang profesor muslim, dan menceritakan fenomena ganjil tersebut. Sang profesor teringat ayat Al Qur’an tentang bertemunya dua lautan, yang saat itu sering diidentikan dengan terusan Suez, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing”.
Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat, La yabghiyan maksudnya adalah masing-masing tidak saling menghendaki. Artinya dua laut yang keduanya terpisah karena dibatasi tanah genting, tetapi tanah genting itu tidaklah dikehendaki (tidak diperlukan) sehingga pada akhirnya tanah genting itu dibuang. Maka bertemulah dua lautan seperti terusan Suez dan Panama.
Sang profesor muslim juga membacakan surat Al-Furqan ayat 53, “Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi”.
Ayat tersebut memesona Costeau dan muncul keyakinan dalam hatinya bahwa Al Qur’an mustahil disusun manusia, termasuk Muhammad saw sekali pun. Muhammad saw hidup pada abad ke tujuh, tak ada teknologi selam yang canggih saat itu untuk mencapai kedalaman samudera yang telah dapat dicapainya pada abad ke-20. Akalnya terbuka, jiwa dan fitrahnya tergetar akan kebenaran wahyu Ilahi. Costeau dengan ikhlas akhirnya memeluk agama Islam. | Sumber: '10 Bersaudara Bintang Alquran' adalah "Alquran Sebagai Mukjizat".
1 komentar:
SUPER NICE POSTING GAN....TE-O-PE BE-GE-TE
ReplyBagi yang berminat, silakan berkomentar — Terima Kasih :)
EmoticonEmoticon